Wanita pengidap "human immunodeficiency virus" (HIV) sebaiknya melahirkan dengan operasi caesar.
Demikian disampaikan spesialis kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang dr Agoes Oerip Poerwoko.
"Ibu pengidap HIV yang hamil memang disarankan melakukan proses persalinan melalui operasi caesar. Ini untuk menghindari penularan HIV pada janin karena luka akibat proses persalinan normal," katanya di Semarang, Minggu.
"Ibu pengidap HIV yang hamil memang disarankan melakukan proses persalinan melalui operasi caesar. Ini untuk menghindari penularan HIV pada janin karena luka akibat proses persalinan normal," katanya di Semarang, Minggu.
Menurut dia, bayi yang terlahir dari ibu positif HIV tidak selalu tertular virus, dan penularan HIV pada bayi tersebut baru bisa diketahui setelah usianya menginjak 18 bulan.
Karena itu, kata dia, para wanita yang terinfeksi HIV boleh saja hamil, namun ada sejumlah hal yang harus diwaspadai agar virus tersebut tidak menular kepada buah hatinya.
Ia mengatakan wanita pengidap HIV harus merencanakan kehamilannya, termasuk pemeriksaan awal seperti jumlah virus dan kondisi kekebalan tubuhnya, apalagi penularan HIV pada janin terjadi melalui plasenta.
"Kalau plasenta si ibu sehat, kemungkinan bayi yang dikandungnya tidak ikut tertular HIV," kata Agoes yang juga anggota tim HIV/AIDS RSUP dr Kariadi Semarang tersebut.
Akan tetapi, kata dia, sehat atau tidaknya plasenta si ibu tidak terlihat melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG), dan semakin banyak jumlah virus yang terkandung memperbesar risiko penularan HIV pada janin.
"Untuk memperkecil risiko penularan pada janinnya, wanita pengidap HIV yang hamil harus selalu mengonsumsi obat ’Antiretroviral’ (ARV) untuk memperlambat perkembangbiakan virus dalam tubuh," katanya.
Selain itu, upaya meminimalkan penularan virus HIV pada bayi dilakukan dengan memberikan obat profilaksis pada setiap bayi yang terlahir dari rahim ibu yang positif mengidap virus HIV.
Soal pemberian air susu ibu (ASI) pada bayi, hal itu boleh saja dilakukan dan memang lebih baik, meskipun tetap memiliki risiko terhadap penularan HIV pada bayi.
"Boleh saja (pemberian ASI, red.), namun sebaiknya jangan dicampur dengan pemberian susu formula, sebab susu formula dikhawatirkan membuat usus bayi terluka dan tidak memiliki zat antibodi seperti halnya ASI," kata Agoes. (abd) Related Articles :
0 komentar:
Posting Komentar