Pandangan tradisional pada umumnya menganggap onani atau masturbasi sebagai tabu, tak layak dibicarakan, apalagi dilakukan. Segala macam tindakan onani dan masturbasi disamaratakan dan dipandang sebagai dosa yang berat. Pandangan itu pada abad ini pelan-pelan ternyata berubah, terutama karena pengaruh penemuan-penemuan psikologi perkembangan, psikoanalisis, dan sosiologi. Pandangan modern tidak lagi menganggap onani atau masturbasi sebagai sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Tindakan masturbasi pun tidak dinilai secara sama rata, seolah-olah semuanya layak dikategorikan sebagai dosa berat.
Menurut banyak ahli psikologi perkembangan, masturbasi agak biasa terjadi pada anak-anak sebelum remaja. Tindakan semacam itu tidak dilakukan demi kenikmatan erotis, karena pengalaman semacam itu belum ada pada anak-anak sebelum remaja. Tindakan tersebut mereka lakukan tanpa kesadaran dan tanpa pengetahuan penuh, dilakukan secara spontan saja, misalnya karena merasa nyaman. Misalnya, anak-anak putri sering mengepit bantal kursiwaktu duduk atau mengepit guling waktu berbaring di tempat tidur karena merasa hangat dan nyaman saja. Atau, anak-anak putra sering mempermainkan alat kelamin karena merasa terhibur. Pada keduanya belum ada perasaan erotis atau rangsangan seksual samasekali. Maka, kiranya tidak dapat dikatakan bahwa masturbasi ringan dan spontan pada anak-anak kecil seperti itu sesuatu yang buruk secara moral.
Pada masa remaja, masturbasi terjadi karena alasan dan tujuan yang lain. Masturbasi kadang-kadang terjadi secara tak sengaja, misalnya waktu mandi, dan pada saat itu seorang remaja mulai dapat merasakan kenikmatan erotis dengan alat kelaminnya sendiri. Kalau hal itu terjadi secara spontan dan anak remaja tersebut mencoba lagi beberapa kali dalam rangka makin mengenal dirinya sendiri, kiranya juga belum dapat disebut sebagai tindakan yang jahat. Tetapi, apabila ia terus-menerus mengulang tindakan semacam itu semata-mata demi kepuasan diri, tindakan itu memupuk egosentrisme dengan seks sebagai sarananya. Dalam tingkat seperti itu, ia perlu disadarkan bahwa tindakannya itu tidak dapat dibenarkan secara moral. Egosentrisme, juga di bidang seks, merupakan sumber keburukan moral.
Masturbasi juga mungkin dilakukan oleh orang dewasa. Penilaian moral terhadap masturbasi pada orang dewasa pun tak dapat disamaratakan, sebab motivasi dan situasi juga perlu dipertimbangkan dalam penilaian. Bila hal itu dilakukan demi kepuasan erotis semata-mata, jadi sebagai ungkapan egosentrisme di bidang seks seperti yang juga terjadi pada anak remaja di atas, hal itu tidak dapat dibenarkan secara moral. Tetapi lain halnya bila tindakan itu terjadi tanpa disadari sepenuhnya oleh orang yang sedang tertekan tanpa bantuan, atau karena dia menderita kelainan yang samasekali tidak dapat disembuhkaanya sendiri. Pada kasus seperti ini kita harus memberikan penilaian secara lebih hati-hati. Mungkin akan lebih berguna untuk membantunya memecahkan persoalannya daripada segera memberikan penilaian negatif atas tindakannya. Penilaian semacam itu, tanpa bantuan yang memadai, hanya akan mendorongnya untuk meneruskan kebiasaan buruk itu.
Related Articles :
Menurut banyak ahli psikologi perkembangan, masturbasi agak biasa terjadi pada anak-anak sebelum remaja. Tindakan semacam itu tidak dilakukan demi kenikmatan erotis, karena pengalaman semacam itu belum ada pada anak-anak sebelum remaja. Tindakan tersebut mereka lakukan tanpa kesadaran dan tanpa pengetahuan penuh, dilakukan secara spontan saja, misalnya karena merasa nyaman. Misalnya, anak-anak putri sering mengepit bantal kursiwaktu duduk atau mengepit guling waktu berbaring di tempat tidur karena merasa hangat dan nyaman saja. Atau, anak-anak putra sering mempermainkan alat kelamin karena merasa terhibur. Pada keduanya belum ada perasaan erotis atau rangsangan seksual samasekali. Maka, kiranya tidak dapat dikatakan bahwa masturbasi ringan dan spontan pada anak-anak kecil seperti itu sesuatu yang buruk secara moral.
Pada masa remaja, masturbasi terjadi karena alasan dan tujuan yang lain. Masturbasi kadang-kadang terjadi secara tak sengaja, misalnya waktu mandi, dan pada saat itu seorang remaja mulai dapat merasakan kenikmatan erotis dengan alat kelaminnya sendiri. Kalau hal itu terjadi secara spontan dan anak remaja tersebut mencoba lagi beberapa kali dalam rangka makin mengenal dirinya sendiri, kiranya juga belum dapat disebut sebagai tindakan yang jahat. Tetapi, apabila ia terus-menerus mengulang tindakan semacam itu semata-mata demi kepuasan diri, tindakan itu memupuk egosentrisme dengan seks sebagai sarananya. Dalam tingkat seperti itu, ia perlu disadarkan bahwa tindakannya itu tidak dapat dibenarkan secara moral. Egosentrisme, juga di bidang seks, merupakan sumber keburukan moral.
Masturbasi juga mungkin dilakukan oleh orang dewasa. Penilaian moral terhadap masturbasi pada orang dewasa pun tak dapat disamaratakan, sebab motivasi dan situasi juga perlu dipertimbangkan dalam penilaian. Bila hal itu dilakukan demi kepuasan erotis semata-mata, jadi sebagai ungkapan egosentrisme di bidang seks seperti yang juga terjadi pada anak remaja di atas, hal itu tidak dapat dibenarkan secara moral. Tetapi lain halnya bila tindakan itu terjadi tanpa disadari sepenuhnya oleh orang yang sedang tertekan tanpa bantuan, atau karena dia menderita kelainan yang samasekali tidak dapat disembuhkaanya sendiri. Pada kasus seperti ini kita harus memberikan penilaian secara lebih hati-hati. Mungkin akan lebih berguna untuk membantunya memecahkan persoalannya daripada segera memberikan penilaian negatif atas tindakannya. Penilaian semacam itu, tanpa bantuan yang memadai, hanya akan mendorongnya untuk meneruskan kebiasaan buruk itu.
0 komentar:
Posting Komentar